BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara
secara terminologi merupakan organisasi tertinggi di antara satu kelomopok
masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup dalam suatu kawasan dan
mempunyai pemerintahan yang berdaulat.[1]
Suatu
Negara dikatakan berdaulat di tengah-tengah negara lainnya apabila memiliki
sedikitnya 3 unsur. Mahfudz M.D. menyebutkan 3 unsur yang penting tersebut
sebagain unsur konstitutif.[2]
Unsur-unsur tersebut antara lain adalah: Rakyat, Wilayah, Pemerintah, dan
pengakuan dari negara lain.
Membahas
tentang Pemerintahan, sebelumnya kita mesti faham terlebih dahulu yang dimaksud
Negara dan perbedaannya dengan pemerintah. Negara merupakan sebuah organisasi,
negara memiliki peraturan, selain itu negara memiliki sebuah badan yang
berfungsi merumuskan, menjalankan dan mengawasi peraturan itu.
Dalam
perkembangannya berkembang menjadi bentuk pemerintahan, sejarah mencatat banyak
banyak negara yang memiliki bentuk pemerintahan yang berbeda-beda sesuai para
penguasa negara tersebut. Dalam konteks ini muncul bentuk pemerintahan Sipil
dan Militer yang memiliki karakteristik yang berbeda.
Hubungan
Sipil-Militer adalah satu perkara yang
penting bagi satu bangsa karena berpengaruh besar pada ketahanan
nasiolalnya. Semula Hubungan Sipil-militer tidak dikenal di Indonesia dan baru
dipergunakan setelah pengaruh dunia barat, khususnya yang berpandangan liberal
makin kuat. Semula hal tersebut terbatas pada kalangan terpelajar yang banyak
berhubungan dengan ilmu sosial yang berasal dari dunia barat, lambat laun
pengertian itu menyebar di semua kalangan dan sekarang sudah menjadi pengertian
yang diakui dan dipergunakan secara umum di Indonesia. Namun perbedaan yang
menonjol bangsa Indonesia
Menetapkan Pancasila sebagai Dasar
Negara Republik Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
Pemerintahan?
2.
Apa bentuk
Sistem pemerintahan?
3.
Bagaimana bentuk
pemerintahan?
4.
Apa pengertian
Pemerintahan Sipil?
5.
Apa Pengertian
Pemerintahan Militer?
6.
Bagaimana
hubungan Pemerintahan Sipil dan Militer?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui
pengertian Pemerintahan, sistem Pemerintahan dan Bentuk-bentuk Pemerintahan?
2.
Untuk mengetahui
Pemerintahan Sipil dan Militer beserta hubungannya?
D. Tujuan Penulisan
1.
Sebagai tambahan
khasanah keilmuan khususnya bidang pendidikan kewarganegaraan dan ilmu terkait
lainnya.
2.
Sebagai bahan
refleksi diri dan alat ukur besarnya nasionalisme terhadap bangsa Indonesia,
khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pemerintahan
Pemerintahan
adalah alat kelengkapan Negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk
mencapai tujuan negara. Oleh karnanya, pemerintah sering kali menjadi
personifikasi sebuah negara.Pemerintah menegakkan hukum dan memberantas
kekacauan,mengadakan perdamaian dan menjalankan kemauan individu-individu yang
bergabung dalam organisasi politik yang disebut negara. Pemerintah adalah badan
yang mengatur urusan sehari-hari, yang menjalankan kepentingan-kepentingan
bersama. Pemerintah melaksanakan tujuan-tujuan negara, menjalankan
fungsi-fungsi kesejahteraan berama.[3]
Pemerintah
merupakan salah satu dari unsur konstitutif negara. Sekalipun telah ada
sekelompok individu yang mendiami suatu wilayah namun belum juga dapat
diwujudkan suatu negara, jika tidak ada segelintir orang yang berwenang
mengatur dan menyusun hidup bersama itu.[4]
Pemerintahan dalam arti
luas adalah segala kegiatan badan-badan publik yang meliputi kegiatan
legeslatif, eksekutif dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara.
Pemerintah dalam arti sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang
hanya meliputi kekuasaan eksekutif. (C.F.Strong). Pengertian pemerintahan dalam
arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh Negara dalam menyelenggarakan
kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara sendiri, jadi tidak diartikan
sebagai pemerintahan yang hanya menjalankan tugas eksekutif saja, melainkan
juga meliputi tugas-tugas lainnya termasuk legeslatif dan yudikatif.[5]
Kesimpulannya
pemerintah merupakan lembaga atau badan public yang mempunyai fungsi dan tujuan
Negara, sedangkan Pemerintahan adalah lembaga atau badan-badan publik dalam
menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan Negara.
B.
Sistem
Pemerintahan
Kata sistem berasan
dari bahasa Yunani yaitu “systema”
yang mempunyai arti sebagai berikut: Pertama,
suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagihan. Kedua, hubungan yang berlangsung di
antara satuan-satuan atau komponen secara teratur.”system” yang pertama diikuti oleh Carl J.Friedrick.[6]
Berdasarkan kepada
pengertian dua suku kata tersebut (sisem dan pemerintah), mengutip A.Hamid S.
Attamimi, maka dapat didefinisikan bahwa, sistem pemerintahan merupakan
bagian-bagian dari pemerintahan (Semua organ kekuasaan). Dengan demikian
mengutip pendapat A.Hamid S.Attamimi, dalam membicarakan sistem pemerintah pada
hakikatnya membicarakan sistem kerja(fungsi) lembaga negara lainnya.[7]
Sistem pemerintahan
negara dalam arti luas adalah meliputi seluruh lenbaga pemerintahan negara yang
ada, yaitu badan Legeslatif, badan Eksekutif, dan badan yudukatif. Menurut
teori Trias Politika. Ketiga badan tersebut memiliki fungsi sebagai berikut.[8]
1. Badan
Legeslatif
Adalah badan badan yang berfungsi
sebagai pembuat undang-undang(UU) atau peraturan daerah (Perda) yang
mengesahkannya dilakukan bersama Presiden atau Kepala Daerah. Lembaga ini
meliputi DPR, DPRD I, dan DPRD II yang masing-masing menjalankan tugas dan
fungsinya menurut tingkatannya.
2. Badan
Eksekutif
Badan yang berfungsi menjalankan
undang-undang yang mendapat persetujuan secara bersama-sama antara DPR dan Presiden.
Lembaga ini meliputi Presiden, wakil presiden, para menteri departemen dan
nondepartemen, gubernur beserta muspida, bupati/walikota beserta muspida,camat,
lurah/desa.
3. Badan
Yudikatif
Badan yang berfungsi mengadili
penerapan undang-undang. Lembaga ini meliputi Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi, dan Komisi Yudisial.
Sistem pemerintahan
negara dbagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu:[9]
1. Sistem
Pemerintahan Parlementer.
2. Sistem
Pemerintahan Presidensial.
Parlementer adalah
sistem pemerintahan yang paling luas diterapakan, dan tampak tepat jika
pengalaman parlementer inggris dijadikan acuan, karena sistem inggris-lah yang
telah memberikan contoh kepada banyak negara lain.
Ciri-ciri atau karakteristik pemerintahan parlementer
sebagai berikut :[10]
a. Raja,
ratu atau presiden sebagai kepala negara tidak memiliki kekuasan pemerintahan.
b.
Kepala pemerintahan adalah perdana menteri
c.
Parlemen adalah satu-satunya lembaga yang anggotanya dipilih langsung
rakyat melalui pemilihan Umum.
d.
Eksekutif adalah kabinet bertanggung jawab kepada legislatif atau parlemen.
e. Bila
parlemen mengeluarkan mosi tak percaya kepada menteri tertentu atau seluruh
menteri maka kabinet harus menyerahkan mandatnya kepada kepala negara.
f.
Dalam sistem dua partai yang ditunjuk membentuk kabinet segali gus sebagai
perdana menteri adalah ketua partai politik pemenang pemilu.
g. Dalam
sistem banyak partai formatur kabinet membentuk kabinet secara koalisi dan
mendapat kepercayaan parlemen.
h.
Bila terjadi perselisihan antara kabinet dengan parlemen maka kepala negara
menganggap kabinet yang benar maka parlemen dibubarkan oleh kepala negara.
Sistem pemerintahan Presidensial, adalah keseluruhan hubungan kerja
antar lembaga negara melalui pemisahan kekuasan negara, disini presiden adalah
kunci dalam pengelolaan kekuasaan menjalankan pemerintahan negara.
Ciri-ciri atau karakteristik sistem pemerintahan
Presidensial sebagai berikut :
a. Presiden
sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
b. Kabinet
atau dewan menteri dibentuk oleh presiden.
c. Presiden
tidak bertanggung jawab kepada parleme
d. Presiden
tidak dapat membubarkan parlemen
e. Menteri
tidak boleh merangkap anggota parlemen
f. Menteri
bertanggung jawab kepada presiden
g. Masa
jabatan menteri tergantung pada keprcayaan presiden.
h. Peran
eksekutif dan legislatif dibuat seimbang dengan sistem check and
balances.
Kesimpulannya sistem pemerintahan merupakan
seluluh bagian dan organ- organ dalam pemerintahan. Sistem pemerintahan
meliputi seluruh lembaga pemerintahan negara yang ada dalam suatu pemerintahan
itu, pemerintah tidak akan berlangsung dengan baik tanpa adanya tatanan sistem
pemerintahan didalamnya.
C.
Bentuk
Pemerintahan
Bentuk
pemerintahan adalah suatu istilah yang digunakan untuk merujuk pada rangkaian institusi
politik yang digunakan untuk mengorganisasikan suatu negara untuk menegakkan
kekuasaannya atas suatu komunitas politik.
Bentuk
Pemerintahan Klasik :
a.
Ajaran Plato ada 5 bentuk pemerintahan :
1. Aristokrasi adalah bentuk
pemerintahan yang dipegang oleh kaum cendekiawan sesuai dengan pikiran
keadilan.
2. Timokrasi adalah bentuk pemerintahan
yang dipegang oleh orang-orang yang ingin mencapai kemasyhuran dan kehormatan.
3. Oligarki
adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh golongan hartawan.
4. Demokrasi adalah bentuk
pemerintahan yang dipegang oleh rakyat jelata.
5. Tirani adalah bentuk
pemerintahan yang dipegang oleh seorang tiran (sewenang-wenang) dan jauh dari
keadilan.
b.
Ajaran Aristoteles ada 6 bentuk pemerintahan :
1. Monarki
adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh satu orang demi kepentingan
umum.
2. Tirani
adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seorang demi kepentingan pribadi.
3. Aristokrasi
adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendekiawan untuk
kepentingan umum.
4. Oligarki
adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendekiawan demi
kepentingan kelompoknya.
5. Politeia
adalh bentuk Pemerintahan yang dipegang oleh seluruh rakyat untuk kepentingan
umum.
6. Demokrasi
adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh orang-orang tertentu demi
kepentingan sebagian orang.
c. Ajaran POLYBIOS yaitu dikenal
denagn teori siklus Polybios, yang dapat digambarkan sebagai berikut :
·
Monarki
·
Okhlokrasi
·
Demokrasi
·
Oligarki
·
Tirani
·
Aristokrasi
Keterangan :
MONARKI adalah
bentuk pemerintahan yang pada mulanya kekuasaannya atas nama rakyat dengan baik
dan dipercaya tapi dalam perkembangannya penguasa (Raja) tidak lagi
menjalankan pemerintahan untuk kepentingan umum tapi menindas rakyat dan
sewenang-wenang, maka bentuk ONARKMI bergeser menjadi TIRANI.
Dalam situasi pemerintahan TIRANI
muncullah perlawanan dari kaum bangsawan dan pemerintahan diambil alih kaum
bangsawan yang memperhatikan kepentingan umum, maka pemerintahan TIRANI bergeser
menjadi ARISTOKRASI.
ARISTOKRASI yang semula
memperhatikan kepentingan umum tidak lagi menjalankan keadilan tapi hanya
mementingkan diri dan kelompoknya sehingga pemerintahan ARISTOKRASI
bergeser ke OLIGARKI.
Dalam pemerintahan OLIGARKI yang tidak memiliki
keadilan, maka rakyat mengambil alih kekuasan untuk memperbaiki nasibnya.
Rakyat menjalankan kekuasaan negara demi kepentingan rakyat, maka pemerintahan OLIGARKI
bergeser ke DEMOKRASI.
Pemerintahan DEMOKRASI yang
awalnya baik, lama kelamaan banyak diwarnai kekacauan , KKN, kebobrokan dan
hukum sulit ditegakkan sehingga pemerintahan DEMOKRASI ini berpindah ke
pemerintahan OKHLOKRASI.
Dari pemerintahan OKHLOKRASI ini muncul seorang
yang berani dan kuat yang dengan kekerasan dapat memegang pemerintahan, maka
pemerintahan OKHLOKRASI bergeser ke pemerintahan OLIGARKI kembali.
Dengan demikian menurut POLYBIOS
antara pemerintahan yang satu dengan lainnya memiliki hubungan kausal (sebab
dan akibat).
Bentuk
pemerintahan Monarki(Kerajaan)
Bentuk pemerintahan monarki dapat dibedakan sebagai
berikut:
1. Monarki Absolut adalah bentuk pemerintahan suatu negara
yang dikepalai oleh seorang raja, ratu, syah, atau kaisar yang kekuasaannya
tidak terbatas. Raja merangkap sebagai penguasa legislatif, eksekutif dan
yudikatif yang disatukan dalam perbuatannya. Raja adalah Undang-undang itu
sendiri. Contoh: Prancis di masa Raja Louis XIV semboyannya L’ etat
C’est Moi (negara adalah aku).
2. Monarki Konstitusional adalah bentuk pemerintahan suatu
negara yang dikepalai oleh seorang raja yang kekuasaanya dibatasi oleh
undang-undang dasar (konstitusi).terjadinya monarki konstitusional ada 2 cara :
a. Datang dari raja sendiri karena ia takut dikudeta. Contoh: Jepang dengan
hak octroi.
b. Karena adanya revolusi rakyat kepada raja. Contoh Inggris yang
melahirkan Bill of Rights I tahun 1689, yordania, Denmark, Arab Saudi
dan Brunai Darussalam.
3. Monarki Parlementer adalah bentuk pemerintahan suatu
negara yang dikepalai oleh seorang raja dengan sistem parlemen (DPR) sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi. Dalam monarki perlementer kekuasaan
eksekutif dipegang oleh Kabinet (Perdana Menteri) yang bertanggung jawab kepada
parlemen. Fungsi raja sebagai kepala negara (simbol kekuasaan) dan tidak
dapat diganggu gugat. Contoh: Inggris, Belanda, dan Malaysia.
Bentuk Pemerintahan Republik
Bentuk pemerintahan republik dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Republik Absolut, pemerintahan bersifat diktator tanpa ada
pembatasan kekuasaan. Parlemen kurang berfungsi, konstitusi diabaikan
untuk legitimasi kekuasaan.
2. Republik Konstitusional, presiden memegang kekuasaan
sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yang dibatasi oleh konstitusi,
pengawasan efektif dilakukan oleh parlemen.
3. Republik Parlementer, presiden hanya berfungsi sebagai
kepala negara, tapi presiden tidak dapat diganggu gugat. Kepala
pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri yyang bertanggung jawab kepada
parlemen. Kekuasan legislatif lebih tinggi dari kekuasaan eksekutif. [11]
Jadi
kesimpulannya, Bentuk pemerintahan digunakan untuk merujuk pada rangkaian
institusi politik guna untuk mengorganisasikan suatu negara dalam menegakkan
kekuasaannya dalam suatu komunitas politik. Bentuk pemerintahan juga dapat
digunakan sebagai cerminan dan karakter suatu bangsa tersebut.
D.
Pemerintahan
Sipil
1.
Pengertian
Pemerintahan Sipil
Sebelum
berbicara tentang pemerintahan sipil, seyogyanya perlu diketahui arti dari
istilah pemerintahan. Menurut CF Strong
dalam bukunya yang berjudul Modern
political Construction terbit pada tahun 1960 dikemukakan bahwa pemerintah
itu dalam arti luas meliputi kekuasaan eksekutif, legeslatif, dan yudikatif.
Pemerintah juga bertugas memelihara perdamaian dan keamanan. Oleh karena itu
pemerintah harus memiliki kekuasaan militer, kekuasaan legeslatif, dan
kekuasaan keuangan.[12]
Sedangkan Menurut SE Fil ner dalam buku Comparative Gonverment (1974) istilah
pemerintah memiliki 4 arti yaitu :
1. Kegiatan
atau proses memerintah
2. Masalah-masalah
kenegaraan
3. Pejabat
yang dibebani tugas untuk memerintah
4. Cara,
metode, atau sistem yang dipakai pemerintah untuk memerintah.[13]
Dalam melaksanakan pemerintahan, sejarah mengenal
pula bentuk pemerintahan sipil dan militer. Pembagian bentuk pemerintahan ini
berdasarkan kriteria gaya dan sifat memerintah sebuah pemerintah.
Yang pertama adalah pemerintahan Sipil.[14]
secara etimologi, kata pemerintahan
dapat diartikan sebagai badan yang melekukan kekuasaan pemerintah. Kata
“Pemerintah” mengandung pengertian adanya dua pihak yang memerintah memiliki wewenang
dan pihak yang diperintah memiliki kepatuhan.
Istilah pemerintahan sipil digunakan sebagai
kebalikan dari istiklah pemerintahan militer. Kedua istilah ini muncul ketika
terjadi pembahasan tentang pola hubungan antara elit sipil yang diwakili oleh para
piolitisi yang dipilih oleh rakyat dalam pemilihan umum(pemilu) dengan elit
militer dalam suatu pemerintahan. Adanya faktor saling mempengaruhi antara yang
satu dengan yang lainnya maka pembatasan maka pembahasan antara kedua bentuk
pemerintahan ini tidak bisa dilakukan secara terpisah. Memahami karakteristik
yang dimiliki salah satunya dapat memberikan pemahaman terhadap yang lain.
Perbedaan mendasar antara kedua bentuk pemerintahan
ini terletak pada sejauh mana kedua kelompok tersebut mempengaruhi atau
mengontrol, satu terhadap yang lain. Sekalipun antara sipil dan militer
memiliki fungsi dan wewenang yang berbeda, namun dalam sejarah pemerintahan
keberadaan kedua kelompok ini tidak dapat dipisahkan dari roda pemerintahan suatu negara.
2.
Karakteristik
Pemerintahan Sipil
Erick
Nordlinger dalam bukunya “Militer
dalamPolitik” dikemukakan ada 3 bentuk pemerintahan sipil :
1.
Pemerintah Sipil
Tradisional
Bentuk pemerintahan
sipil ini terjadi karena tidak adanya perbedaan antara sipil dan militer, tanpa
perbedaan maka ia akan timbul konflik yang serius di antara mereka. Dengan
demikian tidak ada campur tangan militer.
Bentuk pemerintahan sipil tradisional
begitu berpengaruh di bawah sistem pemerintahan kerajaan pada abad ke-17 dan
18, mereka cenderung untuk tidak menganggap diri mereka sebagai politisi,
walaupun ketika sedang memerintah mereka telah dicekoki dengan ciri-ciri sikap
politik yang sama, yang ternyata kurang dikembangkan oleh elit sipil.[15]
2.
Pemerintahan
Sipil Liberal
Model pemerintahan liberal didasarkan
pada pemisahan para elit berkenaan keahlian dan tanggung jawab masing-masing
pemegang jabatan tinggi di dalam pemerintahan. Tetapi sejalan model liberal
akan menutup kemungkinan militer untuk menekuni arena dan kegiatan politik.
Didalam kegiatan dan pelaksanaanya, pemerintah menghargai kedudukan, kepakaran,
dan netralitas pihak militer.[16]
3.
Pemerintahan
Sipil Serapan
Dalam model serapan ini, pemerintah
sipil memperoleh pengapdian dan kesetiaan dengan cara menanamkan ide untuk
menyatakan ideologi, dan para politik ke dalam tubuh angkatan bersenjata
mereka. Model serapan ini telah digunakan secara meluas dalam rezim-rezim
komunis. Militer dipisahkan dari bidang sipil karena keahlian profesionalnya, tapi sejalan dari
segi idiologi.[17]
Kesimpulannya
pemerintahan sipil merupakan kebalikan dari istilah pemerintahan militer.
Munculnya pemerintahan sipil merupakan kebalikan dari pemerintahan militer karena
adanya pola hubungan antara elit sipil yang diwakili oleh para piolitisi yang
dipilih oleh rakyat dalam pemilihan umum(pemilu) dengan elit militer dalam
suatu pemerintahan. Adanya faktor saling mempengaruhi antara yang satu dengan
yang lainnya maka pembatasan maka pembahasan antara kedua bentuk pemerintahan
ini tidak bisa dilakukan secara terpisah.
E.
Pemerintahan
Militer
Pengertian Pemerintahan
Militer
Masa
Orde Baru di Indonesia telah berakhir dengan tergulingnya presiden Soeharto
dari kursi presidennya, dan dimulailah masa baru yang dinamakan Masa Reformasi.
Sejalan dengan runtuhnya rezim Soeharto, maka runtuh pula dominasi militer
dalam politik Indonesia.
Masa
orde baru tersebut dikendalikan dengan sistem otoriter. Pada akhirnya, TNI/ABRI
sebagai pucuk militer di Indonesia harus menanggalkan dwifungsinya kembali ke
barak dan hanya memainkan peran sebagai alat pertahanan negara dari ancaman luar.
Perkataan
militer merupakan pengertian yang bersangkutan dengan kekuatan bersenjata.
Secara kongkrit perkataan sipil di Indonesia adalah seluruh masyarakat,
sedangkan perkataan militer berarti Tentara Nasional Indonesia, yaitu
organisasi yang merupakan kekuatan bersenjata dan yang harus menjaga kedaulatan
negara Republik Indonesia. Karena Sipil berarti masyarakat, maka militer pun
bagian dari masyarakat. Oleh karena itu di Indonesia sebelum terpengaruh oleh
pandangan Barat dipahami bahwa TNI adalah bagian tak terpisahkan dari
masyarakat Indonesia. Bahkan yang menjadi TNI adalah seluruh Rakyat yang sedang
bertugas sebagai kekuatan bersenjata untuk membela Negara.[18]
Adapun
yang dimaksud dengan pemerintahan militer adalah pemerintahan yang lebih
mengutamakan kecepatan penganbilan keputusan, keputusan diambil oleh pucuk
pemimpin tertinggi,sedang yang lainnya mengikuti keputusan itu sebagai perintah
yang wajib diikuti—konsekuensi rantai komando dalam militer. Sebuah
undang-undang dalam sebuah pemerintahan militer dibuat oleh pucuk pemimpin
tertinggi, tanpa menyerahkan rancangannya kepada parlemen.[19]
Konsep
pemerintahan militer lebih banyak mengacu pada fenomena keterlibatan atau
intervensi militer dalam arena politik atau urusan-urusan pemerintahan suatu
negara. Alasan keterlibatan militer dalam arena politik ini menurut Nordlinger
disebabkan oleh pandangan Subyektif kaum militer yang menggambarkan korp mereka
sebagai perwira-perwira yang bertanggung jawab dan berjiwa patriotik yang
mengintervensi pemerintahan sipil karena tanggung jawabnya kepada konstitusi
dan Negara.[20]
Kesimpulannya
bahwasannya pemerintahan militer merupakan bagian dari masyarakat sama halnya
dengan sipil namun sipil lebih ke pelaksanaan pemerintahannya sedangkan militer
bertugas menjaga pertahanan militer merupakan kekuatan bersenjata untuk membela
negara. Pemerintahan militer lebih mengutamahkan kecepaan pengambiln keputusan
yang diambil dari pucuk pimpinan tertinggi, Undang-undang dalam sebuah
pemerintahan militer dibuat oleh pucuk pemimpin tertinggi tanpa menyertakan
rancangannya kepada parlemen.
F.
Hubungan
Pemerintahan Sipil dan Militer
Sejalan
dengan berakhirnya kekuasaan Orde Baru pada 21 Mei 1998, berakhir pulalah
dominasai militer dalam perpolitikan nasional. Pada era transisi menuju
demokrasi ini tidak sedikit kritik dan hujatan ditunjukkan masyarakat terhadap
ABRI dan TNI atas peran yang telah dilakukannya selama kekuasaan Orde Baru yang
berusia 32 tahun ini. Selama itu pula telah berlangsung hubungan sipil-militer yang tidak seimbang dan
melahirkan krisis yang dialami bangsa indonesia baik sosial, politik maupun
ekonomi.
Menurut
Ikrar Nusa Bhakti, secara umum di negara-negara barat terhadap model hubungan
sipil-militer yang menekankan “supremasi sipil atas militer” (civilian supremacy upon the military),
atau militer adalah subordinat dari pemerintah sipil yang dipilih secara
demokratis melalui pemilihan umum. Tetapi pada kasus negara-negara
berkembng termasuk indonesia hubungan
sipi-militer di negeri ini tidaklah dapat disamakan dengan kenyataan hubungan
sipil-militer di negara-negara barat
yang membedakan secara tegas antara sipil dengan militer. Pandangan umum Barat
ini pada kenyataannya tidaklah menggambarkan hubungan sipil-militer yang
sesungguhnya.
Pada
kenyataannya maka hubungan sipil-militer di Indonesia lebih mengandung
pengertian adanya “kerja sama”, “hubungan kemitraan”, atau “keselarasan antara
sipil dan militer”, secara historis pola hubungan sipil-militer Indonesia lebih
banyak merupakan suatu pembagian peran antara sipil-militer indonesia lebih
banyak merupakan pembagian peran antara sipil-militer yang sangat nyata pada
masa revolusi kemerdekaan (1945-1949). Keikutsertaan militer dalam penataan
sosial dan administrasi pemerintahan di masa revolusi fisik itu pada akhirnya
melahirkan konsep Dwifungsi ABRI yang menjadi Doktrin dasar keterlibatan kaum
militer diluar bidang keamanan negara.
Lahirnya
konsep dwi fungsi dapat ditelusuri sejak awal berdirinya Republik Indonesia.
Pada saat republik baru diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, belum ada tentara
reguler nasional. Republik baru secepatnya memerlukan perwira untuk bertempur
mempertahankan kemerdekaan. Organisasi yang pertama dibentuk pada 22 Agustus
1945 dinamakan Badan Keamanan Rakyat (BKR), dengan tujuan menjaga keamanan
bersama-sama rakyat dan badan-badan negara yang bersangkutan.
Pola
dwifungsi tidak saja terjadi dikalangan
militer, tetapi juga dikalangan sipil Indonesia. Munculnya laskar-laskar
rakyat di masa revolusi, satuan-satuan tugas (satgas) partai dan duduknya
gubernur atau wakil gubernur militer di berbagai daerah menjadi faktor sejarah
adanya tradisi peran ganda dikalangan sipil.
Dalam
sejarah politik Indonesia, hubungan antara sipil-militer dapat di jelaskan
melalui pasang surut intervensi sipil atas militer atau sebaliknya. Misalnya
pada masa Demokrasi Parlementer, partai politik pernah mendominasi dan
mengontrol militer secara subjektif. Dengan kata lain, kontrol subjektif sipil
terhadap militer telah tejadi secara mendalam dalam tubuh militer, termasuk
dalam masalah penentuan posisi jabatan di dalam struktur TNI, khususnya
angkatan darat.
Campur
tangan sipil ini menimbulkan rasa tidak suka, bahkan dendam militer terhadap
politisi sipil. Satu di antara ketidaksukaan militer dapat dilihat darin
peristiwa 17 Oktober 1952 ketika sepasukan elit TNI-AD mengerahkan mongcong
meriam ke Istana Merdeka untuk memaksa Presiden Soekarno membubarkan
konstituante. Sikap perlawanan ini merupakan ekspresi perlawanan militer
terhadap sipil yang dinilai terlalu jauh mencampuri urusan internal militer.
Sejarah
hubungan sipil-militer mengalami perubahan drastis ketika orba lahir. Sepanjang
rezim Soeharto militer menjadi kekuatan dominan atas sipil. Bahkan dapat
disimpulkan peluang campur tangan militer ini semakin besar selama masa
Demokrasi Pancasila atau orde baru. [21]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem
pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang bekerja dan
berjalan saling berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan
penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem politik
meliputi empat institusi pokok, yaitu eksekutif, birokratif, dan yudikatif.
Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen, pemilu, dan
dewan mentri. Pembagian sistem pemerintah secara modern terbagi dua, yaitu
presidensial dan parlementer. Pembagian sistem pemerintahan presidensial dan
parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legeslatif.
Dalam sistem parlementer, badan eksekutif mendapat pengwasan langsung dari
legeslatif. Sebaliknya, apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan
legislatif maka sistem pemerintahannya adalah presidensial.
Dalam
sistem pemerintahan negara republik, lembaga-lembaga ittu berjalan sesuai
dengan mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem pemerintahan negara
monarki, lembaga itu bvekerja sesuai dengan prinsip-prinsip yang berbeda.
Sistem pemerintahan suatu negara berbeda dengan sistem pemerintahan yang
dijalankan di negara lain. Namun, terdapat juga beberapa persamaan antara
sistem pemerintahan dengan negara itu. Misalnya, dua negara mempunyai sistem
yang sama.
Perubahan
pemerintahan di negara terjadi pada masa genting, yaitu saat perpindahan
kekuasaan atau kepemimpinan dalam negara. Perubahan pemerintahan di Indonesia
terjadi antara tahun 1997 sampai 1999. Hal itu bermula dari adanya krisis
moneter dan krisis ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Nordlinger,
Erick, Militer Dalam Politik,
Jakarta: Rineka Cipta, 1994.
Syarifuddin, Makalah Konsep Dan Metodologi Perbandingan
Pemerintahan, 2010
Ubaedillah,
Ahmad, Pendidikan Kewarganegaraan,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
Widiyanti,
Ninik, YW. Suninindia, Kepemimpian Dalam
Masyarakat Modern, Jakarta: Bina Aksara, 1998.
Rosyada,Dede, dkk,
Demokrasi, Ham & Masyarakat, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,2003.
A.Ubaidillah, dkk, Demokrasi, Ham & Masyarakat, Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah,2003.
Mahmuzar, Sistem Pemerintahan Indonesia,Bandung:
Nusa Media,2010.
Srijanti, dkk, Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi,, Jakarta : Salemba
4,2009.
Lijphart,Arend,Sistem
Pemerintahan Parlementer dan Presidensial,Jakarta : PT Grafindo
Persada,1995.
A.Ubaidillah, dkk, pendidikan kewargaan demokrasi, Ham & Masyarakat Madani,Jakarta
: IAIN Jakarta press,2000.
Nordlinger,Erick Militer dalam Politik, Jakarta: Rineka Cipta,1994.
Makalah, Pengantar ilmu Negara dan Pemerintahan, makalah/Training Islam
Intensif/empiris-homepage.blogsport.com-83, 2012.
[1]A. Ubaedillah dkk, Pendidikan Kewargaan,, (Jakarta :
Kencana Penda Media Grup,2008) hal. 84
[2]Ibid, hal.85
[3]Dede rosyada, dkk, Demokrasi, Ham & Masyarakat,
(Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,2003), hal.47.
[4]A. Ubaidillah, dkk, Demokrasi, Ham & Masyarakat, (Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah,2003), hal.44.
[5]Blog
sekitar pengertian & Definisi, Pengertian
Pemerintahan, http://www.pengertiandefinisi.com/2012/01/pengertian-pemerintahan.html, diakses pada tanggal 29
september 2012, jam 10.00 WIB.
[6]Mahmuzar, Sistem Pemerintahan Indonesia,(Bandung: Nusa Media,2010),hal.12
[7]Ibid.,hal.16
[9]Arend Lijphart,Sistem Pemerintahan Parlementer dan
Presidensial,(Jakarta : PT Grafindo Persada,1995),hlm.35
[10]
M. Kholil,sistem pemerintahan, http://halil4.wordpress.com/2010/01/11/bab-2-sistem-pemerintahan/,diakses pada tanggal 30 september 2012,jam 22.23
WIB.
[11]
Ibid.,
[12] Syafaruudin, Makalah
konsep dan metodologi perbandingan pemerintah,disajikan tanggal 5 maret
2010,hal.5.
[13]Ibid.,hal.6
[14] A. Ubaidillah, dkk, pendidikan kewargaan demokrasi, Ham & Masyarakat Madani,(Jakarta
: IAIN Jakarta press,2000),hal.97
[15] Eric Nordlinger, Militer dalam Politik, (Jakarta: Rineka
Cipta,1994)hal 18-19
[16] Ibid, hal.20-21
[17] Ibid.,hal.24-25
[18]
http://www.detik.com/berita/199905/sayidiman.html, diakses tanggal 01 November
2012,jam 00.00 WIB.
[19] Makalah,
Pengantar ilmu Negara dan Pemerintahan,
makalah/Training Islam Intensif/empiris-homepage.blogsport.com-83, diambil
pada tanggal 02 November 2012, jam 0:22 WIB.
[20]
A. Ubaidillah, dkk, pendidikan kewargaan demokrasi, Ham & Masyarakat Madani,(Jakarta
: IAIN Jakarta press,2000),hal.103
[21]
Ibid., hal 112-115
Tidak ada komentar:
Posting Komentar